LAPORAN ANALISIS PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN KABUPATEN BELITUNG TAHUN 2023

Kabupaten Belitung terdiri dari 5 (lima) kecamatan terdiri dari 42 (empat puluh dua) desa dengan 7 (tujuh) kelurahan dengan total penduduk sebesar 186.331 jiwa (BPS). Kabupaten Belitung terdiri dari 13(tiga belas) pulau yang semuanya berpenghuni yang terletak di Kabupaten Belitung. Secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan di antara 107˚ 08’- 107˚58’ Bujur Timur dan memanjang dari barat ke timur di antara 02˚ 30’- 03˚15’ Lintang Utara / Selatan. Kabupaten Belitung di sebelah utara berbatasan dengan Laut Natuna, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Belitung Timur dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Gaspar yang memiliki wilayah daratan seluas 2.293,69 km2 atau 229.369 ha dan wilayah perairan (laut) diperkirakan seluas 6.363 km2 atau 636.300 ha. Secara klimatologis, Kabupaten Belitung memiliki pola tipe curah hujan tipe equatorial, yaitu daerah yang memiliki 2 puncak musim hujan setiap tahunnya, curah hujan antara 126 mm sampai dengan 758,7 mm dengan jumlah hari hujan 12 sampai 28 hari per bulan.

Perekonomian Kabupaten Belitung dari jenis lapangan usaha yang dominan berperan sebagai penopang perekonomian daerah, masih bergantung pada sektor primer. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai tambah sektor Pertanian Kehutanan dan Perikanan memiliki kontribusi atau peran terbesar bagi perekonomian Kabupaten Belitung atas dasar harga berlaku dalam 1 dekade terakhir. Akan tetapi sektor ini tahun 2022 menurun dibandingkan tahun sebelumnya, di mana tahun 2021 peranannya sebesar 28,22% turun menjadi 26,82%. Selain sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sektor yang mengalami penurunan peranannya terhadap perekonomian Kabupaten Belitung pada tahun 2022 adalah sektor Pertambangan dan Penggalian yaitu dari 6,21% menjadi 5,47%; sektor Pengadaan Listrik dan Gas yaitu sebesar dari 0,17% menjadi 0.15%; dan sektor Konstruksi sebesar 12,59% menjadi 11,72%; sektor Real Estate sebesar 3,25% menjadi 3,13%; sektor Administrasi Pemerintah Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib yaitu sebesar 7,12% menjadi 6,31%; sektor Jasa Pendidikan yaitu sebesar 2,05% menjadi 1,92%; sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial yaitu sebesar 2,01% menjadi 1,89%. Sementara sektor lainnya mengalami kenaikan peran adalah sektor Industri Pengolahan yaitu sebesar 12,33% menjadi 13,27%; sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor yaitu sebesar 10,22% menjadi 10,87%; sektor Transportasi dan Pergudangan yaitu sebesar 5,37% menjadi 7,62%; sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum yaitu sebesar 3,80% menjadi 4,03%; sektor Informasi dan Komunikasi yaitu sebesar 3,31% menjadi 3,34%; sektor Jasa Keuangan dan Asuransi yaitu sebesar 2,24% menjadi 2,31%; sektor Jasa Perusahaan yaitu sebesar 0,30% menjadi 0,33%. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kabupaten Belitung perlahan mulai mengalami peralihan struktur ekonomi dengan terjadinya penurunan peran dari sektor 2 primer yang bergantung pada sumber daya alam dan mulai beralih ke sektor lainnya. Namun, penurunan tersebut masih tetap menjadikan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebagai kontributor terbesar bagi perekonomian Kabupaten Belitung. Selain itu sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan menjadi salah satu kategori dengan dampak paling minimum yang disebabkan oleh Covid-19 beberapa tahun yang lalu. Hal ini disebabkan oleh permintaan terhadap output yang dihasilkan dari sektor lapangan usaha ini merupakan salah satu kebutuhan primer dari seluruh masyarakat dalam berbagai kondisi tanpa terkecuali ketika adanya krisis. Hal ini menjadikan ketahanan pangan menjadi salah satu fokus utama yang perlu menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah Daerah.

Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 114 dan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi Pasal 75 mengamanatkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban membangun, menyusun, dan mengembangkan Sistem Informasi Pangan dan Gizi yang terintegrasi, yang dapat digunakan untuk perencanaan, pemantauan dan evaluasi, stabilisasi pasokan dan harga pangan serta sebagai sistem peringatan dini terhadap masalah pangan dan kerawanan pangan dan gizi.

Informasi tentang ketahanan dan kerentanan pangan penting untuk memberikan informasi kepada para pembuat keputusan dalam pembuatan program dan kebijakan, baik di tingkat pusat maupun tingkat lokal, untuk lebih memprioritaskan intervensi dan program berdasarkan kebutuhan dan potensi dampak kerawanan pangan yang tinggi. Informasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai salah satu instrumen untuk mengelola krisis pangan dalam rangka upaya perlindungan / penghindaran dari krisis pangan dan gizi baik jangka pendek, menengah maupun panjang.

Dalam rangka menyediakan informasi ketahanan pangan yang yang akurat dan komprehensif, disusunlah Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability AtlasFSVA sebagai instrumen untuk monitoring ketahanan pangan wilayah. Di tingkat nasional FSVA disusun sejak tahun 2002 bekerja sama dengan World Food Programme (WFP). Kerjasama tersebut telah menghasilkan Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity Atlas – FIA) pada tahun 2005. Pada tahun 2009, 2015, 2018 disusun Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas – FSVA).

Sebagai tindak lanjut penyusunan FSVA Nasional disusun pula FSVA Provinsi dengan analisis sampai tingkat kecamatan dan FSVA Kabupaten dengan analisis sampai tingkat desa. Dengan demikian, permasalahan pangan dapat dideteksi secara cepat sampai level yang paling bawah. FSVA kabupaten telah disusun sejak tahun 2012 dan di mutakhirkan pada tahun 2016. Untuk mengakomodir perkembangan situasi ketahanan pangan dan pemekaran wilayah desa, maka dilakukan pemutakhiran FSVA Kabupaten pada tahun 2019.

Seperti halnya FSVA Nasional dan Provinsi, FSVA Kabupaten menyediakan sarana bagi para
pengambil keputusan untuk secara cepat dalam mengidentifikasi daerah yang lebih rentan, dimana investasi dari berbagai sektor seperti pelayanan jasa, pembangunan manusia dan infrastruktur yang berkaitan dengan ketahanan pangan dapat memberikan dampak yang lebih baik terhadap penghidupan, ketahanan pangan dan gizi masyarakat pada tingkat desa.

Pengembangan FSVA tingkat desa merupakan hal yang sangat penting, dimana kondisi ekologi dan kepulauan yang membentang dari timur ke barat, kondisi iklim yang dinamis dan keragaman sumber penghidupan masyarakat menunjukkan adanya perbedaan situasi ketahanan pangan dan gizi di masing-masing wilayah. FSVA Kabupaten akan menjadi alat yang sangat penting dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk mengurangi kesenjangan ketahanan pangan.